Pesantren Bukan Pilihan Akhir

Perasaan campur aduk itu kembali lagi, bolak-balik buka kalender yang beberapa tanggal ditandai. Buka lagi galeri foto di ponsel, lalu dicocokin sama catatan di kalender.
Duhai gadis-gadisku, apalah Ummi-mu ini selalu baper. Tiga tahun yang lalu, berbulan-bulan lamanya sering tiba-tiba air mata keluar, selalu was-was tentang keadaan Kakak Bin di asrama. Bagaimana keadaannya? Apakah sehat? Makannya bener gak? Temen-temennya gimana? Perasaanya gimana? Gimana? Gimana? Galau setiap hari. Bahkan Abang sampe gemes liat saya sehari-harinya selalu baper.
Kemudian saya seperti ditampar keras oleh perkataan seorang teman baik. “Emang kalo si Kakak ada di sini, kamu selalu ada? Gak tinggalin kerja atau main? Emang kamu selalu kasih makan enak? Emang kamu bisa jamin kebahagiaannya?” Diam saya, gak ada jawaban. Hanya bisa merasakan malu. Maaf ya Allah. Istighfar dan menangis sejadinya. Sebaik-baiknya penjaga hanyalah Engkau. Saya tetapkan dalam hati.

Saat ini sudah galau gundah gulana menghadapi Adik Anin yang akan menyusul Kakak Bin menimba ilmu di sana. Ah … atulah, Dik. Makin kacau pikiran saya mendengar jawaban Adik yang kukuh pendiriannya untuk mengikuti jejak kakaknya. Kembali teringat kejadian 3 tahun lalu. Kembali istighfar. Ya Allah … ampuni, ampuni.
Padahal keputusan ini adalah hasil dari rundingan, dengan perhitungan yang matang. Kenapa juga saya terus-menerus ngomporin Adik agar berubah pikirannya. Godaan … godaan.
Banyak orang beranggapan bahwa pesantren itu tempatnya anak-anak nakal, susah diatur dan pilihan terakhir ketika tidak ada sekolah lain yang mau terima. Walaupun ada harapan anak akan berubah, tetap saja menurut saya pesantren tidak seperti itu. Saat ini banyak kok bertebaran pesantren modern, tinggal niatnya aja. Tujuan masukin anak apa dan mau pesantren yang model apa.
Setau saya nih ya, ada pesantren yang khusus tahfiz, bahasa, sains, dan lainnya … tapi mereka tetap mendapatkan pelajaran khas pesantren. Ada juga yang kurikulum pendidikannya hanya memperdalam ilmu agama dan ada yang ditambah dengan kurikulum umum atau tsanawiyah. Dan dari segi bangunan banyak sekali tempatnya yang baik, bagus, hingga megah dengan fasilitas yang mumpuni.

Miris dan sedikit kecewa dengan beberapa orang yang menganggap rendah orang tua yang memilih memasukkan anaknya ke pesantren. Bahkan pernah ada seorang teman yang bilang ke saya. “Tega banget buang anak ke pesantren … atau mau lepas tanggung jawab ya?” Please deh, coba pikir ulang dengan pemikiran seperti itu.
Dulu pengalaman pertama memasukkan anak ke pesantren penuh dengan perjuangan. Tidak bisa dipungkiri masuk ke pesantren itu butuh biaya yang tidak sedikit, baik dari pengeluaran untuk sekolah, asrama, dan pengeluaran pribadi. Dan kita harus berjauhan, tidak bisa berkomunikasi semaunya atau datang ke asrama semaunya. Semua harus disesuaikan dengan jadwalnya, apalagi kegiatan anak yang padat setiap harinya.
Bismillah … kami mengawali pilihan terbaik ini. Insya Allah terbaik buat masa depan Adik. Mudahkan segala urusan ya Allah.[]
0 comments